COVID mengubah peradaban dunia
Menuju akhir April 2020, sudah lebih dari sebulan kita
#dirumah saja, dan masih ada perkiraan sekurang-kurangnya sebulan lagi ke depan atau mungkin lebih, untuk masih tetap di rumah saja.
Sebagian orang mungkin sudah gelisah, tapi yang lebih dari sekedar gelisahpun tak kurang bannyaknya. Sebagian orang bekerja di rumah, namun sebagian yang lainnya mungkin kehilangan pekerjaannya, dan kehilangan matapencahariannya.
Galau bagi sosialita, resah bag
i masyarakat bawah yang masih berkutat tentang esok hari akan makan apa.
Tidak hanya itu, badai covid ini seperti badai salju atau badai gurun yang membuat kita mau tak mau lebih memilih tetap dirumah saja daripada keluar rumah, dan untuk situasi demikian hal terpenting yang perlu dipersiapkan adalah cukup persediaan makanan.
Badai covid tidak hanya mengerem dan membatasi akses kita dalam beraktifitas namun juga mengubah secara drastis hampir semua kebiasaan, tradisi, dan tata cara kita hidup bermasyarakat, seperti misalnya :
Dulu ketika masuk bulan Ramadhan, syaitan lyang dikurung.,
Sekarang kita yang dikurung di rumah, belajar, bekerja, dan beribadah dirumah)
Dulu orang ditegur kalau tidak pergi Jumatan. Sekarang justru yg ditegur adalah orang yang pergi Jumatan..!
Dulu kalau ada orang bersin dibacakan Alhamdulillah.,
Sekarang klo ada orang bersin.. Innaalillaahi...diwaspadai kena corona..!
Dulu bersatu kita teguh... Sekarang bersatu kita runtuh..!
Dulu ada tamu, bawa rahmat. Sekarang ada tamu dianggap bawa wabah
Dulu kalau ketemu jabat tangan. Sekarang ketemu angkat tangan
Dulu Anak disuruh cuci kaki sebelum tidur, Sekarang disuruh cuci tangan sebelum tidur.
Dulu parfum yang kita bawa di tas, sekarang hand sanitizer spray yang dibawa.!
Dulu senyum sedekah, sekaramg masker yang disedekahkan..!
Dulu kata negatif tidak bagus, sekarang kata positif tidak bagus..!
Dulu pulang kampung membawa kebahagiaan. Sekarang pulang kampung disangka membawa penderitaan.
Semoga kita selalu mendapat lindungan-Nya