Friday, December 11, 2015

Hari Pendidikan

(1)menjelang 2 Mei 2010,yang diperingati sebagai Hari pendidikan... mungkin diperingati oleh hampir semua yang berkecimpung di dunia pendidikan, terutama para guru dan siswa.Sebagian mungkin dengan melakukan"perenungan" dalam mengevaluasi perjalanan selama ini. Tidak sedikit yang menyoroti nasib guru khususnya guru honorer atau guru non pns yang hingga sekarang dianggap nasibnyamasih kurang menentu (asumsinya kalau sudah guru pns berarti sudah menentu). Pertimbangannya karena guru honorer mendapatkan honor yang dihitung berdasarkan jumlah jam mengajar dengan jumlah honor yang "tidak seberapa".Sekitar dua puluh tahun yang lalu, saya adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri di Bandung, bahkan sejak sebelum lulus kuliah. Saya mengawalinya dengan sangat sukacita dan penuh rasa bangga karena bisa sedini mungkin merasakan dunia kerja pada bidang yang sesuai dengan jurusan kuliah saya, justru pada saat teman-teman seangkatan belum ada yang merasainya.Tidak tanggung-tanggung, saya langsung dipercaya mengajar di kelas tiga semua jurusan yang segera akan mengikuti ujian akhir. Pada waktu itu selisih usia saya dengan siswa saya angkatan bertama ini sangat sedikit, karena mereka rata-rata seumur adik saya yang bungsu. Dalam banyak kisah konon itu masa paling sulit bagi guru baru dalam hal membentuk "kewibawaan" di hadapan siswa, tapi aku tidak mengalami hal-hal seperti itu. Hubunganku dengan semua murid baik yang laki-laki maupun perempuan justru sangat baik, sangat dekat,akrab, seperti teman, seperti sahabat,tanpa kehilangan kewibawaan, tanpa harus selalu jaim saat mengajar di kelas. Singkat kata semuanya sangat natural saja dan apa adanya.Saat -saat libur jika satu kelas mengadakan acara gathering, mereka sering mengundangku meskipun aku jarang ikut hadir karena hari Minggu-ku padat untuk tugas-tugas yang banyak antara tugas sekolah dan mengajar. Sekali waktu mereka benar-benar "memaksa" bahkan dengan fasilitas antar jemput dan janji bahwa tidak akan lama. Ternyata acara diadakan di luar kota, dan ternyata lagi ada yang ulang tahun. Surprise-nya sungguh kelewatan anak-anak ini, mereka "menculikku" tanpa memberitahukan acaranya. Hanya tiba-ba aku mendapat kehormatan untuk menerima potong tumpeng dari yang ulang tahun. Sisa waktu digunakan ke sebuah bukit yang memang dijadikan tempat wisata, lagi-lagi mereka menodongku untuk menjelaskan tentang beberapa fenomena alam disitu. Ini membuatku tersentuh, setidaknya begitu mereka melihat sesuatu penampakan dari fenomena alam pikirannya langsung melayang untuk memandangnya dari sudut geografi, dan kebetulan gurunya ada....wah rasanya jadi seperti seorang ahli yang sedang diwawancarai oleh reporter tv!!Sekali waktu aku diajak oleh guru senior untuk ikut ke lokasi pelantikan PKS di Cihideung Lembang. Aku adalah satu-satunya guru perempuan yang ikut sebagai pembina, posisiku saat itu sangat yunior. Sesungguhnya aku tidak berlaku sebagai pembina, mungkin lebih tepat disebut sedang mencobai pengalaman baru...ikut camping di tempat yang sangat dingin. Aku dapat tugas sangat ringan, hanya penjadi pendamping bagi para siswi yang mengikuti acara tersebut. Ternyata semua peserta baik laki-laki maupun perempuan semuanya membuatku sangat berkesan, mereka sangat baik, sangat perhatian, bahkan sangat sayang seolah-olah mereka merasa kasihan melihatku berada di medan yang seperti itu.Banyak studi lapangan yang diadakan selama aku mengajar, mulai mengunjungi lokasi-lokasi penting di Bandung berdasar sudut pandang geografi sampai yang berada di luar kota Bandung. Semuanya menarik dan memberikan kesan mendalam yang tak bisa dilupakan. Terlebih lagi dari angkatan tahun pertama ini ternyata ada sekurang-kurangnya 11 orang yang kemudian masuk ke almamaterku bahkan sekurang-kurangnya ada 3 orang yang masuk pada jurusan yang sama denganku.Masuk awal tahun ajaran baru sekolah mengirimku untuk mengikuti penataran di P3G Jayagiri Lembang Bandung. Penataran ini diikuti oleh guru-guru bidang studi geografi dan sejarah SMA se Jawa Barat. Sebuah pengalaman baru yang sangat berkesan bagiku. Dari seluruh peserta penataran aku adalah peserta termuda sekaligus satu-satunya yang berstatus guru non pns alias honorer karena statusku masih mahasiswa. Sebagai junior aku ikut2 saja bagaimana seremonial penataran tanpa kulewatkan satu sessionpun. Tapi kesan yang kutangkap tidak semua peserta mengikutinya secara serius, bahkan sebagian terkesan sekedar asal hadir, sekedar mengejar kredit point barangkali.....(2)Sangat disayangkan sekali untuk pribadi-pribadi yang seperti itu, mereka datang dari luar Bandung dengan biaya dari sekolah dan selama mengikuti penataran ini segala fasilitas tersedia lengkap, udara yang sejuk cenderung dinginpun sesungguhnya tidak menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Tapi bagaimanapun umumnya mereka senior, mungkin ada alasan tertentu yang membuat mereka bersikap demikian. Saya tahu harus bisa menempatkan sikap sesuai porsinya. Bagi saya ini adalah pengalaman pertama sekaligus pengalaman sangat berharga, saya bayangkan ketika masuk kuliah setelah selesai penataran ini saya punya segudang materi untuk dibahas minimal dalam diskusi bersama teman-teman di pinggir kolam villa Isola kampusku.Alhamdulillah saya terbebas dari rasa ngantuk dan kejenuhan selama hampir seminggu mengikuti acara ini, meskipun acaranya sangat padat, dan tidur sampai jauh malam karena harus menyelesaikan tugas-tugas. Rasanya aku tidak bisa benar-benar tidur nyenyak selama itu, pagi buta menjelang subuh sudah bangun, tapi untuk langsung mandi pagi pun belum punya nyali untuk melawan dinginnya Lembang. Jadi lebih nyaman untuk menghirup udara segar yang bebas polusi di pagi hari sambil mengikuti senam pagi di halaman depan asrama. Selesai senam arus beserta menuju aula kantin, begitu masuk di samping kiri ada meja panjang dan diatasnya telah siap berjajar gelas-gelas berisi susu panas,teh panas, dan kopi panas, di bagian ujung bisa nambah gula bila kurang manis. di sisi kanan pintu meja berisi telur rebus yang masih panas, ada yang matang dan ada yang setengah matang lengkap dengan garam dan merica bubuk. Duh...rasanya klop banget dengan suasana dingin yang terasa menusuk tulang ini (padahal habis senam lho tapi gak keluar keringat tuh?jadi tetap saja dingin) Setelah mengambil posisi di meja double di pojok tidak jauh dari lokasi kamar tempat kami menginap, bersama teman sekamarku yang berasal dari Ciamis, kami duduk menikmati sarapan yang serba panas itu di pojok dekat jendela menghadap taman sambil ngobrol santai.Saat matahari mulai makin terang sekitar jam enam pagi kami bergegas kembali ke kamar melalui koridor yang menghubungkan kamar dengan kantin, untuk mandi dan berkemas-kemas. Tepat jam 08.00 wib harus sudah berada di ruang penataran. Begitulah hari-hari selama berada di Lembang.Pada akhir pekan kegiatan agak santai, sebagian berencana hiking ke Jayagiri pada Minggu pagi, aku memutuskan tidak ikut karena dua alasan pertama aku sudah sering kesana bersama para muridku dalam belajar di luar kelas, yang kedua aku berniat turun ke Bandung untuk pulang ke rumah karena suatu keperluan mengambil perlengkapan praktek untuk esok hari berupa psh (pakaian seragam harian guru yang warna abu-abu itu lho...maklum belum guru full jadi masih lupa-lupa bahwa identitasnya adalah pakaian kebesaran itu).Hari senin itu adalah hari praktek, semua harus turun menuju ke sekolah-sekolah yang berada di kota Bandung secara berkelompok-kelompok. Masing-masing tidak bisa memilih dan tidak bisa melakukan "persiapan mental" karena lokasi baru diundi menjelang berangkat. Aku lihat banyak yang "blingsatan" dan harap-harap cemas menanti hasil undian, sebagian meraka mengatakan khawatir bila dapat lokasi di sekolah Favorit, atau di sekolah yang terkenal "kenakalan" siswanya atau yang terkenal karena tawurannya, selebihnya heboh dengan materi prakteknya karena akan masuk kelas yang di dalamnya ada team pengawas dari panitia penataran dan juga teman-teman dalam satu kelompoknya yang umumnya berjumlah lima orang. Aku bingung dengan semua itu, kenapa mereka semua gelisah? bukankah semuanya guru yang sudah menjalankan profesinya selama bertahun-tahun? Apakah kegelisahan itu muncul karena sadar akan diawasi? akan dinilai? dan segala tetek bengeknya akan dibahas pada forum esok hari? Entahlah, yang jelas aku santai saja, karena aku tidak terjangkiti kegelisahan seperti mereka.Hasil undian lokasi praktek bagi kelompokku adalah di sebuah SMA Islam. Olala....kostum pshku yang standar berupa jas dan rok selutut terpaksa harus di upgrade menjadi busana muslimah, sayangnya aku tidak punya rok panjang adanya celana panjang. Seorang ibu guru senior mengatakan tidak boleh pakai celana panjang untuk masuk kelas (padahal sekarang seragam guru banyak yang berupa setelan jas dan celana panjang..kekhi dech) lalu beliau menawarkan rok panjang koleksinya untuk kupakai. Ribet dech rasanya harus pake rok panjang yang agak sempit begini, tapi okey dech itu bukan halangan. Rombongan melaju ke sekolah yang dituju di Bandung Timur. Teman-teman kelompok sepakat menunjukku menjadi wakil kelompok untuk maju mempraktekkan proses belajar mengajar ke depan kelas. Ok, apa susahnya, sama saja seperti mengajar sehari-hari dalam kelas, atau bisa juga seperti mempresentasikan sesuatu pada team pengawas, dan teman-teman, semua harus kuanggap sebagai murid. Waktu itu aku mengangkat topik tentang Vukanisme, aku tahu para siswa nampak kurang konsen karena banyak peserta tamu di dalam kelas itu, jadi presentasiku agak kubelokkan pada hal-hal yang uptodate saat itu yang tentu saja berhubungan dengan materi pelajaran.Singkat kata praktek hari ini telah selesai, kami telah berkumpul kembali di meja bundar untuk diskusi kelompok, di pinggir kiri kanan ruangan ini berjajar meja-meja bertaplak indah yang di atasnya penuh aneka kue-kue dan minuman ringan. Diskusi berlangsung sambil menikmati kue-kue yang tinggal santap sesuai selera. Malam hari tidak ada kegiatan di aula karena setiap kelompok harus menyiapkan laporannya untuk esok pagi sekaligus istirahat. Aku benar-benar istirahat, aku bebas tugas administrasi karena bagianku sudah kulaksanakan tadi siang sebagai pemrasaran materi pelajaran di depan kelas.Pagi itu sangat cerah, ini adalah puncak acara sekaligus hari terakhir. Semua masuk ke aula penataran seperti biasa, tapi settingan ruang ini telah diubah tidak seperti kemaren, ada panggung yang dihias cukup elegan, dan nampak di deretan depan sudah diatur sedemikian rupa menjadi tempat Vip.Acara dimulai dengan penyampaian laporan praktek lapangan di hari kemaren dari tiap kelompok yang diwakili oleh juru bicaranya masing-masing. Tibalah giliran kelompokku menyampaikan laporan dan kesan-kesannya, sudah barang tentu aku yang mereka tunjuk sebagai juru bicara karena alasan kemaren akulah yang maju mengajar dalam praktek. Aku naik ke podium, semua hening mugkin karena ini adalah kelompok terakhir dan mungkin juga karena yang maju "anak kemaren sore". Setelah mengucapkan salam sewajarnya aku langsung mengauraikan laporan lapanganku secara apa adanya seperti yang telah kujelaskan di bagian atas tulisan ini bercampur aduk dengan kesan-kesan pribadiku tanpa membaca sama-sekali pada teks laporan yang ada di tanganku, yang telah disiapkan oleh kawan-kawan semalaman. Sekurang-kurangnya dua kali aku mendapatkan pertanyaan dan sejauh ini kujawab dengan lancar. Turun dari podium dari deretan depan aku mendapat tepuk tangan yang kemudian diikuti oleh deretan berikutnya.Kemudian diumumkan hasil evaluasi, sepuluh peserta (individu) terbaik diminta maju ke depan. Dari jurusan sejarah sepuluh orang tampil berjajar di panggung semuanya bapak-bapak, kemudian sepuluh orang dari jurusan geografi menyusul aku menempati posisi paling ujung dan rupanya dari dua puluh orang yang tampil di sini aku satu-satunya perempuan. Belum habis rasa kebanggaanku karena mampu berdiri sejajar dengan mereka yang dianggap terbaik, menyusul diumumkan bahwa score nilai tertinggi dari 20 peserta terbaik ini , dicapai oleh satu-satunya ibu guru yang tampil di panggung ini. Sertamerta aku harus melangkah maju selangkah untuk menerima piagam dari kepala kanwil propinsi Departemen Pendidikan Jabar, kemudian penerimaan piagam diikuti oleh yang lainnya.Mendadak jadi selebritis rasanya, semua orang menjabat tanganku, serta merta aku jadi terkenal di arena itu, jepretan kamera berkilatan dari berbagai arah, bahkan langkahkupun seolah tergiring secara protokoler menuju meja makan yang disana sudah duduk beberapa pejabat kanwil departemen yang siap untuk santap siang di aula kantin. Olala...sebagai peserta penataran terbaik se propinsi aku harus makan siang semeja dengan mereka, ini adalah suatu kehormatan besar bagi seorang guru honorer . Alhasil mungkin ini menjadi saat makan siang yang paling tidak bisa kunikmati kelezatannya secara utuh bahkan aku tidak konsen dengan menu apa yang tadi kupilih untuk santap siangku. Makan siang yang formil (meskipun diusahakan santai) tetap penuh dengan seremonial lobi, basa-basi namun demikian disela-sela perbincangan di meja makan aku menyelipkan sedikit harapan untuk masa depan...semoga.(3)Di kampus beberapa rekan seangkatan benar-benar riuh rendah mengeelu-elukanku dengan yel-yel "...inilah guru teladan kita..." aku merasa mungkin itu sangat berlebihan, tapi mereka tampak tulus. Aku tak habis pikir darimana mereka tahu, dan bagaimana berita begitu cepat menyebar? padahal peristiwanya baru terjadi di hari kemaren. Pertanyaan ini tak pernah terjawab sampai sekarang, ya sudahlah.Setelah Wisuda aku bersama seorang teman dari jurusan kimia mencoba melamar kerja ke sekolah swasta tentu saja untuk menjadi guru honorer. Sangat lancar semua urusannya dan kami berdua diterima meskipun ijasah resmi belum ada di tangan (pada waktu itu yang menjadi pegangan kami adalah Tanda Lulus). Aku diterima mengajar mata pelajaran Geografi dan juga diminta bersedia untuk mengajar Sosiologi dan Antropologi, di semua kelas dua dan tiga.Jadi aku bekerja di dua instansi sekolah sekaligus, negeri dan swasta.Pada saat terbuka peluang penerimaan cpns di departement ini bersama temanku dan beberapa guru lainnya yang masih honorer kami berbondong-bondong mengikuti ujian seleksi. Semua berkas lengkap mengikuti persyaratan yang tertempel di setiap pengumuman, bahkan aku merasa stopmapku tergolong "Plus" karena di dalamnya ada rekomendasi dari kepala sekolah negeri tempatku mengajar dan piagam nomor satu peserta penataran yang baru beberapa bulan lalu. Teman kimiaku diterima, dan aku tidak. Ternyata semua piagam dan rekomendasi yang kulampirkan tidak ada gunanya, mungkin saja aku yang tidak mampu mengerjakan soal-soal test, dan berbagai kemungkinan lainnya yang tak terhingga. Yang jelas belum nasibku untuk disitu. Itulah satu-satunya penerimaan yang kulakukan di tengah kekecewaan yang sempat melintas tentu saja. Esoknya dalam percakapan beberapa rekan guru di kantor guru, terdengar obrolan hangat seputar penerimaan cpns, lumayan sebuah info baru bagiku, bisa jadi kelulusanku tertunda karena aku benar-benar polos tanpa menyertakan "salam tempel' karena aku sendiri selain tidak memiliki sejumlah uang yang cukup, juga tidak tahu jalur kemana salam itu harus ditempelkan, lagi pula aku tidak berminat dengan cara-cara seperti itu. Yang harus kulakukan adalah ikhas menerima keputusan Nya ini, dengan keyakinan mungkin rejekiku bukan disitu, siapa tahu ada di tempat lain, sedangkan semua ini adalah bagian dari perjalanan yang harus kulalui.Tahun-tahun berikutnya test menuju pns serupa kuikuti lagi sampai tiga kali, dan hasilnya tetap nihil. Enam tahun lebih aku menekuni profesi menjadi guru honorer dengan prestasi yang melegakan, namun pendapatan (baca:honor) yang sering dilukiskan dengan kalimat "yang tak seberapa itu" memang sulit untuk membuat saya terus bertahan tanpa ada harapan menuju jenjang menjadi pns. Saya putuskan berhenti dan melepaskan semua atribut kesarjaan dan segala identitas diri sebagai seorang guru, seorang yang berkecimpung di dunia pendidikan untuk hijrah ke dunia perancang busana di pabrik garment.Posisi awal di tempatku yang baru adalah sebagai seorang designer tanpa embel2 senior atau yunior, karena aku hanya seorang diri menggantikan pendahulu yang telah resign. Dari satu perusahaan aku berpindah ke perusahaan lainnya, yang ternyata masing-masing mempunyai karakteristik dan orientasi yang berbeda-beda, semua itu adalah pengalaman berharga bagiku.Sekali lagi ada info penerimaan cpns di departemen pendidikan, aku sekali lagi mencoba peruntungan nasib, namun kali ini aku pindah melalui departemen Agama. Ini adalah yang keempat kalinya aku mengikuti test seleksi, dan keempat kalinya pula aku dinyatakan tidak masuk seleksi.Inilah alasan kutinggalkan dunia pendidikan, aku merasa bahwa jalan hidupku selanjutnya bukan di bidang itu, tidak peduli orang mau bilang apa, ketika idealisme seorang guru telah berbenturan dengan urusan hidup dan kehidupan, kemudian ia membelokkan arah jalannya menggunakan keahliannya yang lain, yang lebih mengasyikkan karena sejalan dengan hobby yang juga merupakan anugerah Tuhan baginya, masih tepatkah untuk dikatakan "membelot"??? dari "luar pagar" kuucapkan kepada segenap rekan-rekanku se almamater dan kepada semua guru di seluruh penjuru negeri ini... Selamat hari pendidikan....Bandung, Mei 2010 (Arkeni Pattisahusiwa)

No comments:

Post a Comment