Friday, December 11, 2015

surat kepada kawan

Surat Kepada Kawan

Entah apa yang ada dalam benakmu ketika kukatakan bahwa kini hampir setiap pagi aku sarapan thiwul, Bahkan tidak hanya itu, ternyata masih banyak berbagai makanan tradisional yang sebelumnya kupikir hanya tinggal kenangan kini benar-benar masih ada, nyata, dan bisa kunikmati hampir setiap hari. Sudah lama sekali aku tidak menemukan jenis makanan tradisional tertentu yang kini mungkin hampir punah keberadaannya karena perajinnya sudah tidak memproduksi lagi karena mungkin telah tersingkir oleh selera zaman. Syukurku tak terhingga karena kini aku bisa mendapatkannya dengan sangat mudah, bagaikan memperoleh suatu kejutan kenikmatan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan banyak sekali kejutan yang seakan-akan menggiringku untuk kembali ke habitat lama di masa lalu.
Kalau kau sudah pernah menikmati sebungkus thiwul, aku nggak perlu cerita lebih banyak lagi bagaimana rasanya yang sungguh sangat melankolis itu. Variannya ada gathot, oyek & growol, kebetulan untuk dua jenis yang terakhir ini aku kurang bisa menikmati karena rasanya yang sungguh sungguh tidak terasa alias tanpa rasa, atau tawar, dan tampil sangat seadanya nyaris tanpa ekspresi. Mungkin ketradisionalannya justru terletak disitu.
Gethuk yang didalam strata sosial mungkin menduduki rangking kesekian sesudah thiwul , ternyataikut memberikan kejutan tersendiri, bagai pepatah pucuk dicinta ulam tiba, beberapa variannya malah lebih menggoda untuk dinikmati, selain gethuk singkong biasa maupun yang pero, tampilan pesona gethuk lindri masih kuanggap biasa, demikian pula kemasan gethuk trio meskipun untuk yang satu ini sudah mendapat sentuhan aroma yang lebih modern. Gethuk talas merupakan surprise tersendiri, sangat menarik perhatianku karena aku pernah menyantapnya dengan sangat lezat justru pada saat di sebrang. Tapi aku memiliki catatan tersendiri dengan gethuk talas yang kujumpai disini. Kejutan lainnya adalah Gethuk jagung, ini terasa agak berbeda. Dulu sekali aku penah begitu menyukai jenang jagung yang lembut dan lunak, sekarang sangat sulit dicari bahkan komunitas penjualnya pun nyaris tak ada. mungkin gara-gara lagu "neng nong neng gung iwak ayam, jenang jagung....". Gethuk jagung bentuk dan tampilannya seperti gethuk ubi , berwarna kuning, kalau digigit baru mulai terasa jagungnya.

Lebih dari dua puluh tahun aku tidak lagi bisa menyantap jenang pathi erut , selain karena simbahku sudah tidak ada, mungkin bahan baku pathi erutnya sekarang sulit didapatkan. Simbahku dulu kadang-kadang membuat sendiri pathinya dari ubi erut yang diduduk dari pekarangan sekeliling rumah, kemudian diparut dan selanjutnya diambil pathinya. Simbah dulu sering memasaknya menjadi jenang pathi erut yang encer pada malam hariuntuk disantap bersama panas-panas, saat aku dan teman-teman belajar bersama dibawah penerangan lampu petromak.
Suasana seperti itu tidak akan pernah ada lagi, tapi jenang pathi erutnya kini bisa kudapatkan lagi hampir setiap pagi, tapi sudah dingin dan dijual dalam kemasan modern dengan santan terpisah. Mungkin kelezatannya sama tapi aku lebih menyukai buatan simbahku almarhum yang nikmatnya justru saat disantap panas-panas
Satu lagi yang jadi Favoritku adalah pelas udang, tapi disini aku justru mendapatkan lebih karena variannya lumayan banyak, ada pelas manding, pelas teri, dan pelas tawon !!
Hampir setiap hari aku makan tempe, tapi rupanya disamping tempe dengan kemasan cetakan berbentuk segi empat atau pun bulat dengan bungkus daun maupun plastik, tempe bungkus tetap masih bertahan, bahkan berdampingan dengan dengan sangat harmonis bersama tempe gembus dan tempe benguk.
dulu di belakang rumah banyak tumbuh pohon camcau, aku memetiknya banyak-banyak mungkin hamper satu sumbul . setelah dicuci bersih daun-daun itu kemudian diremas-remas sampai keluar airnya yang setelah didiamkan beberapa saat akan mengental menjadi camcau. Paling nikmat diminum saat cuaca panas, tentu saja setelah ditambah air gula. Camcau mungkin tidak terlalu berada di tepi zaman karena keberadaannya masih tetap exis sampai sekarang meskipun ada satu lagi yang sejenis namun berwarna lebih gelap dan cenderung hitam dan lebih dikenal dengan nama cingcau !
kawan, disini dulu catatan kulinerku .

No comments:

Post a Comment