HIDAYAH
Setiap hari kita mendapatkan sinar matahari secara cukup (bahkan berlebihan bagi kita yang hidup di daerah tropis) untuk memenuhi segala macam kebutuhan hidup kita sepanjang hari, demikian juga udara, kita bebas menghirup dan menghembuskannya sepanjang waktu selagi mampu. Semua itu adalah Rahmat Allah, ditebar bagi semua mahluk yang ada di muka bumi. Tak henti-hentinya kita dinasehatkan untuk mensyukuri semua itu, tapi berapa banyak diantara kita yang benar-benar mampu mensykurinya? Apalagi kita telah memperolehnya sejak lahir dan tanpa suatu usaha apapun kita sudah memperolehnya dengan mudah. Terkadang orang malah terjebak pada pemikiran bahwa itu semua adalah sudah merupakan suatu hal yang mutlak sebagai syarat untuk hidup,sudah menjadi kewajiban bagi yang menciptakan hidup,sehingga tak perlu lagi baginya untuk mensyukurinya apalagi sebagai sebuah nikmat.
Bila kenikmatan itu diambil dari kita, tiba-tiba sulit bernafas, kalang kabut orang mencari alat bantu pernafasan buatan yang harganya cukup mahal,apalagi yang sudah dilengkapi dengan alat monitor yang dapat memantau proses tarikan dan hembusan nafas kita. Bila alat monitor sudah tak menunjukkan tanda tarikan nafas, artinya pasien telah meninggal dunia.
Bila Rahmat ini diciptakan untuk semua bahkan secara gratis,tanpa bayar dan tanpa usaha apa-apa,mengapa masih ada segelintir orang yang juga tidak bisa memperolehnya?
Demikian juga dengan hidayah, Allah menciptakan hidayah bagaikan cahaya matahari. Cahaya matahari adalah cahaya yang bersumber dari matahari sebagai sebuah bintang dalam tatasurya kita. Cahaya ini bila kita lihat melalui prisma akan terbias menjadi beraneka warna yang masing-masing memiliki manfaat tertentu. Hidayah adalah cahaya yang bersumber dari Allah, atau cahaya Allah atau Nur Illahi. Nur Illahi ini sebenarnya terpancar bagi siapa saja. Besar kecilnya intensitas cahaya Illahi yang kita dapatkan ini juga tergantung bagaimana kita membuka dan menutup diri kita. Bagaiman sinar matahari tadi, tersebar dimna-mana secara luas danb bebas, tapi tidak sedikit orang yang rumahnya hanya mendapatkan sedikit cahaya matahari atau bahkan tidak sama sekali. Yang mempengaruihinya banyak sebab, mungkin kita membangun rumah terlalu rapat karena rasa ketakutan yang berlebihan (khawatir tidak aman) kemudian sangat sedikit jendelanya, atau tidak menempatkan jendela rumah pada posisi yang tepat untuk menangkap cahaya matahari, mungkin juga kita menggunakan model buka tutup jendela yang membuat sinar matahari dan udara tidak leluasa masuk rumah, mungkin juga karena rumah kita berada di balik gunung atau pohon rindang,atau gedung yang tinggi, mungkin juga karena rumah kita ada di gang sempit dan berhimpitan dengan rumah-rumah lainnya sehingga tidak bisa membuat jendela, dan sebagainya.
Bila keadaan kita benar-benar tak bisa mendapatkan sinarnya di dalam rumah secara cukup, untuk memperolehnya kita harus melangkah ke luar rumah, mencari dimana tempat yang leluasa bagi kita untuk secara bebas menikmati cahayanya. Artinya perlu langkah dan usaha bila kita ingin mendapatkannya sesuai keinginan kita. Untuk mendapat cahaya yang banyak dalam rumah, kita harus mampu membeli tanah yang luas dan mendirikan bangunan di tengahnya tanpa berhimpitan dengan rumah rumah lainnya. Kitapun bebas membuat jendela dan pintu disekiling rumah. Tapi sebelum itu kita harus lebih dulu punya sumber penghasilan untuk membeli tanah yang luas dan rumah,serta memeliharanya.
Begitu pula dengan Hidayah, banyak sedikitnya yang bisa kita peroleh juga tergantung bagaimana usaha kita,kekuatan kita,kebersihan hati dan jiwa kita, kejujuran pikiran dan tindakan kita. Bila semuanya itu terpenuhi secara luas, Insya Allah diri kitapun akan menjadi terang benderang dipenuhi cahaya Illahi bagaikan rumah di tengah tanah yang luas dan bermandikan cahaya matahari setiap hari. Terang benderang, nyaman, tenang, sehat, bersih, bersemangat, dan bahkan memancarkan energi yang sangat kita perlukan dalam menjalani hari-hari kehidupan kita.
Mendapatkan hidayah adalah menangkap cahaya Illahi, cahaya Illahi adalah cahaya kebenaran, di dalam kebenaran yang hakiki adalah tidak adanya kesalahan. Semua langkah kita adalah bimbingan Illahi, bicara kita adalah nur Illahi, tindak tanduk kita adalah perbuatan Allah. Maha benar Allah.
Lalu mengapa ada orang yang seolah-olah tidak ada hidayah sama sekali? Tindakannya beringas,bengis,kejam seolah tanpa hati nurani? Itu karena ia tidak membuka hatinya, dia menutup hatinya rapt-rapat bagaikan ia membangun rumah tanpa jendela karena kehawatiran yang berlebihan seperti takut kebanyakan jendela akan membuatnya tidak aman. Orang yang membangun hatinya secara rapatpun takut bila terlalu terbuka menjadi tidak aman. Orang seperti ini biasanya selalu berfikir buruk terhadap orang lain, baginya semua orang adalah ancaman,untuk itu dia tidak menginginkan berinteraksi dengan orang lain, karena berinteraksi dengan orang lain berarti hubungan yang melibatkan hati. Orang seperti ini akan memprotek/melindungi dirinya habis-habisan dengan caranya sendiri.
Mengapa silaturahmi begitu penting?
Semakin luas kita membangun silaturahmi dengan siapapun, semakin luas kita menebar hati dan membuika hati,karena hubungan sesama manusia pada hakekatnya adalah hubungan dari hati ke hati. Semakin banyak kita menjalin silaturahmi semakin banyak pula kita memancarkan dan menangkap energi yang bersumber dari nur Illahi tadi, sementara kita tahu sirkulasi udara yang masuk danm keluar secara leluasa di dalam rumah membuat rumah kita sejuk dan nyaman. Semakin leluasa kita menghirup dan menghembuskan udara dalam proses bernafas semakin sehat pulalah kita. Jadi kita hidup ini bukan untuk sendirian, interaksi sesama manusia (silaturahmi) adalah proses meleluasakan sirkulasi kehidupan kita. Makin banyak berinteraksi makin segarlah kehidupan kita. Apalagi silaturahmi dengan keluarga inti, bagaikan kita membangun sirkulasi udara di kamar kita, tempat paling inti dan pribadi yang akan mempengaruhi tampilan kita saat berinteraksi dengan masyarakat luas. Karena kita berganti pakaian di kamar,berhias diri di kamar, untuk itu kamar kita perlu nyaman,segar,fasilitas cukup,ada tempat tidur,ada lemari pakaian,ada tempat untuk sholat saat sendirian,ada cermin untuk preview sebelum kita melangkah keluar. Bila kita memutuskan salah satu tali silaturahmi dengan keluarga inti kita,apalagi keluarga sedarah, sama seperti misalnya kita pindahkan lemari pakaian di luar kamar, atau cermin untuk berkaca kita tempatkan di luar kamar,ataui bahkan kita tidak menempatkan tempat tidur di dalam kamar. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya kita akan berpakaian,dan berhias diri, sedikitnya kita perlu mondar mandir keluar masuk kamar,belum lagi aurat/aib yang akan terlihat oleh orang lain karena kita terpaksa keluar kamar sebelum benar-benar siap.
Begitulah pentingnya membina silaturahmi, putusnya satu tali silaturhim sama halnya hilangnya satu fasilitas kehidupan kita. Makin banyak tali silaturahmi yang terputuskan, makin banyak pintu-pintu hidayah kita yang tertutup, makin sedikitlah cahaya Illahi yang dapat masuk dalam hati kita,
Makin tertutup pintu-pintu rejeki kita karena tidak adanya cahaya Illahi yang menghampiri, bukan lagi sekedar kita tidak membuat jendela yang cukup, tapi tempat kita pun menjadi sempit terhimpit oleh orang-orang lain yang lebih kuat dan lebih mampu untuk mendirikan rumah yang lebih luas,lebih tinggi, lebih megah, dan lebih mewah di hadapan rumah kita, sehingga kita tak lagi kebagian cahaya,kita hanya mendapatkan bayangannya saja
Memperbaiki keadaan yang sudah terlanjur demikian lebih sulit dan nyaris mustahil, karena kita tidak mungkin membongkar bangunan yang lebih kuat,kokoh,megah,dan indah serta jelas-jelas milik orang lain.
Tidakkah ada jalan lain?
Ada,
Selalu ada jalan lain untuk menuju pada Allah, hanya saja membutuhkan pengorbanan dan kebesaran jiwa yang tidak sedikit untuk menempuhnya,yaitu berani hijrah……………………
Bandung,3 September 2006
Arkeni Ps
No comments:
Post a Comment