Pandemen-1
By: Arkeni Pattisahusiwa
By: Arkeni Pattisahusiwa
Entah sejak kapan tepatnya istilah "Pandemen" ini menjadi umum dikenal untuk menyebut sebuah reruntuhan bangunan di pantai selatan tepatnya di pantai Pasir Puncu Ketawang Kabupaten Purworejo. Mungkin karena bangunan yang dimaksudkan ini adalah reruntuhan rancangan bangunan fondasi untuk sebuah dermaga atau bakal pelabuhan yang tidak pernah selesai terwujud di bangun oleh pemerintah zaman Belanda entah sekitar tahun berapa.
Konon zaman kakek buyut saya masih muda, sempat dipaksa menjadi romusha atau pekerja paksa zaman Belanda untuk ikut membangun pandemen di pantai Ketawang itu.
Pada sekitar tahun 70an,pertama kali saya datang kesana saat masih kecil bentuk bangunan ini masih tampak sebagai calon fondasi sebuah dermaga. Entah semen apa yang digunakan pada saat itu bongkahan batu-batu sangat besar terikat kuat dan kokoh seperti bangunan sebuah benteng yang menjorok ke laut hanya beberapa meter dari bibir pantai, tapi bangunan ini sudah miring sekitar 20 derajat ke arah sungai ( Kali Jali ) yang tepat berbatasan langsung di sisi bagian timurnya
Bangunan ini berdiri di sudut pantai tepatnya daerah muara Kali Jali. Permukaannya rata dan cukup lebar. Kalau kita berdiri di atasnya dan memandang ke bawah di sisi sebelah timur terlihat curam, tapi dulu terdapat tangga turun sehingga kita bisa langsung menyentuh air.atau naik ke kapal. Di musim lebaran beberapa kapal kecil yang di hias warna-warni dioperasikan disini untuk para wisatawan lokal yang ingin menikmati wisata air dengan menyusuri Kali Jali.
Pantai di Seberang timur kali Jali memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan di bagian barat dimana Pandemen ini berdiri. Di sana garis pantai agak curam dan ada pemukiman penduduknya yang rumah-rumah hanya berjarak beberapa menter saja dari pantai, dan banyak penduduknya yang menjadi nelayan terlihat dari banyaknya kapal-kapal nelayan yang sandar disana.
Sementara di sisi barat kali Jali, tidak terdapat kapal nelayan sama sekali, dan tidak ada pemukiman penduduk di sekitar pantai. Sekitar satu atau dua kilometer ke arah daratan hanyalah hamparan pasir pantai yang menyerupai gurun kecil dengan tanaman pandan disana-sini dan tumbuhan perdu semak belukar yang ditumbuhi bunga spinifek di sela-selanya.
Jalan Dendeles merupakan perbatasan yang jelas antara daratan daerah pemukiman dan area pantai. Jalan ini membentang arah timur- barat. Dulu kondisinya terpenggal-penggal karena terputus di Kali Jali bagian timur atau perbatasan kecamatan Grabag dengan Kecamatan Ngombol kabupaten Purworejo dan terputus pula di sungai perbatasan dengan kabupaten Kebumen di bagian barat. Kini Jalan ini menjadi jalur alternatif untuk jalur selatan karena telah dibangun jembatan di setiap lintasan sungai dan pembangunan jalannyapun telah mulus beraspal.
Pada zaman pemerintahan presiden Megawati di seberang kali jali bagian timur ini sempat di bangun sebuah tempat pelelangan ikan, hanya beberapa meter turun dari jembatan kemudian berbelok ke arah selatan masuk ke jalan desa yang berbatu kapur, dengan sedikit jalanan yang terjal karena turun naik setelah melalui jembatan bamboo sampailah kita di Tempat pelelangan ikan tsb.
Saya sempat datang ke sana, dan melihat proses pelelangan berlangsung, sayangnya saat itu hari sudah siang jadi sudah agak sepi, namun begitu saya sempat membeli beberapa kilo ikan segar campur beberapa jenis,salah satunya yang konon banyak dihasilkan di sana adalah jenis ikan layur yang panjang dan tipis.
Beberapa tahun kemudian pada lebaran berikutnya saya mencoba dating kembali kesana untuk membeli ikan laut segar, tapi sayang sekali tempat pelalangan ini sudah tidak beroperasi. Konon para nelayan secara perlahan namun pasti mulai tidak melaut lagi, seiring dengan maraknya bencana tsunami di Aceh, gempa di Jogya, dll karena pada periode itu musibah dari laut tampaknya sedang beruntun.
Tapi boleh jadi karena kondisi secara morfologi pantai memang kurang mendukung untuk kehidupan para nelayan setempat.
Pantai ketawang bukanlah sebuah teluk, sehingga kurang mendukung bagi kehidupan para nelayan. Pantai ini merupakan laut lepas dengan garis pantai yang cenderung lurus ke arah pantai Parangtritis di Jogya. Ombak cukup besar dan proses abrasi dengan sendirinya berlangsung sangat kuat. Proses abrasi inilah yang kemudian "menghancurkan" proyek Belanda mendirikan Pandemen.
Tekstur tanah yang berpasir kemungkin besar cukup labil untuk menopang bangunan besar seperti itu. Kemiringan bangunan berlangsung terus, bahkan bagian tengah telah membelah secara memanjang dan terpotong secara horizontal. Kini kalau kita berdiri di atasnya perlu sedikit nyali dengan stamina tinggi karena kadang harus melompati satu bongkahan ke bongkahan lainnya, sementara bangunan yang paling menjorok ke pantai lama-lama hancur dan tinggal bongkahan batu-batu besar yang teronggok di bibir pantai. Pada bagian lain batu-batu besar ini sudah makin berserak seadanya dengan ukuran yang lebih kecil. Di beberapa bagian banyak ditumbuhi karang (bersambung)
(perhatikan bagian sebelah kiri yang telah terbelah dan runtuh ke arah kali Jali)
Team ekspedisi:
Juwari
Gunawan Pattisahusiwa
Usman Pattisahusiwa
Arkeni NNPS
Januardi
No comments:
Post a Comment