Sunday, December 1, 2013

Rumah Tanpa Fengshui



Rumah Tanpa Fengshui
Karena suatu sebab saya harus pindah tempat tinggal agak di luar kota. Setelah berkeliling akhirnya keputusan jatuh pada sebuah rumah mungil yang akan dikontrakkan, rasanya ini yang paling pas untuk kami saat ini mungkin juga karena sudah kelelahan mencari tempat tinggal yang dirasa sesuai dengan kebutuhan dan tentu saja sesuai juga dengan ketersediaan dana yang ada, lokasinya lumayan bagus,berada di suatu komplek perumahan umum.
Perumahan ini tampak belum terlalu lama karena masih banyak kavling  yang belum dibangun, sebagian besar rumah-rumah yang telah dibangunpun masih banyak yang kosong karena belum dihuni. Beberapa rumah yang sudah dihuni tersebar secara acak. Beruntung samping kiri dan samping kanan serta deretan depan rumah yang akan kami tempati sudah berpenghuni, paling tidak kami sudah punya beberapa tetangga.
Rumah ini adalah salah satu dari sekian unit rumah-rumah yang berdiri di kawasan suatu perumahan, penataan ruang dan bentuk serta desain rumahnya sebagaimana umumnya perumahan sederhana. Satu kopel terdiri dari dua rumah berdempetan dengan tanah lebih sekitar dua atau tiga meter di samping kiri atau kanannya. Bangunannya berderet sepanjang jalan-jalan di komplek dengan penataan berhadapan satu sama lain yang dihubungkan  oleh ruas jalan.
Tampaknya bangunan perumahan ini didirikan dengan tidak mengindahkan aspek fengshui, bahkan semakin saya amati semakin banyak hal yang kelihatan justru bertentangan dengan konsep yang dianjurkan oleh fengshui.  Memang kita tidak bisa menutup mata bahwa tidak semua orang percaya pada fengshui, sebagian lagi malah menganggapnya semacam tahayul. Padahal Kini Fengshui bukan lagi hal yang baru, juga bukan hal yang tabu untuk dibicarakan, bagi orang yang sudah terbiasa hidup dalam keselarasan sebagaimana yang dianjurkan melalui konsep-konsep fengshui, seolah-olah kepekaan nalurinya makin terasah dengan sendirinya, sehingga akan cepat bisa merasakannya bila melihat atau ada sesuatu yang terasa janggal disekitarnya.
Jadi pengetahuan fengshui memberikan nilai tambah tersendiri bagi siapapun yang mempelajarinya, apapun profesinya, terlebih lagi bagi arsitek dan para ahli bangunan. Namun demikian tidak sedikit rumah yang tidak mempedulikan anjuran fengshui, lain halnya dengan suatu  daerah perumahan yang tentunya sudah direncanakan sedemikianrupa, karena selain untuk memenuhi kebutuhan perumahan penduduk juga menyiapkan suatu hunian yang aman dan nyaman, apalagi Rumah yang aman dan nyaman bukan sekedar kebutuhan melainkan idaman hampir semua orang, karena Rumahku adalah sorgaku.
Pemahaman terhadap konsep-konsep fengshui  mungkin lebih banyak dipengaruhi oleh minat, dan perhatian serta tingkat pengetahuan seseorang terhadap fengshui itu sendiri.  Pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep fengshui menjadikan ilmu dari Tiongkok ini lebih bisa diterima pada kalangan yang lebih luas, terutama karena diyakini bukan lagi sebagai tahayul melainkan suatu ilmu pengetahuan yang rasional, mengenai keseimbangan dan keselarasan, untuk  membentuk harmoni kehidupan yang indah dengan alam. Selanjutnya keharmonisan itulah yang  diharapkan bisa  mengantarkan penghuninya untuk menuju pada tingkat kehidupan dengan kesejahteraan dan kemakmuran yang lebih baik. Dalam perkembangannya fengshui menjadi banyak dipelajari dan digunakan oleh para ahli dan hampir semua kalangan mulai dari arsitek, ahli bangunan, perancang eksterior & iinterior dan para praktisi lainnya, termasuk calon penghuni rumah pun perlu memiliki pengetahuan tentang fengshui, minimal untuk penataan dan pengaturan rumah tinggalnya sendiri.
Sangat mungkin peran arsitek dalam sebuah proyek perumahan tidak bisa terlalu dominan karena banyak pihak terkait yang ikut menentukan, utamanya pihak  pengembang, yang dalam setiap keputusannya menggunakan berbagai dasar pertimbangan termasuk yang mungkin paling dominan adalah pertimbangan ekonomi. Jadi sangat mungkin bila aspek arsitektur dan bentuk rumah berada pada urutan prioritas yang kesekian,yang berarti aspek keselarasan berdasar fengshui menjadi terabaikan.
Bentuk  bangunan dengan model arsitektur atap membentuk segitiga yang menghadap ke jalan dibangun secara berderet sepanjang jalan, dan ditata secara berhadap-hadapan sama persis dengan bangunan yang ada di depannya, Demikian juga pintu utamanya lurus langsung dengan pintu utama rumah yang ada di depannya, hal ini masih dilengkapi dengan jalan masuk yang juga membentuk garis lurus dengan rumah tetangga depan (mengenai orientasi jalan masuk halaman rumah mungkin bisa dianggap kurang penting karena bisa sangat mudah dilakukan perubahan oleh calon penghuni,dan dengan biaya ringan, tergantung selera dimana akan dibuat pintu pagar tapi mengubah orientasi pintu utama dan bentuk bangunan memerlukan renovasi dengan biaya yang tidak sedikit).
Dalam konsep fengshui desain atap rumah yang berbentuk segitiga dengan puncak membentuk sudut yang tajam mengarah  pada pintu utama,termasuk yang harus dihindari karena dianggap "mengancam" dan melukai pintu utama, yang dipahami bisa membawa pengaruh buruk  atau "sa chi" yang bisa diterjemahkan sebagai "saling memakan". Demikian pula dengan pintu utama yang dibuat saling berhadapan, akan menjadi "sa chi" atau hawa buruk yang bisa diartikan "saling bertentangan".  Bila rumah dihuni dalam keadaan seadanya seperti itu, bagi penghuninya berpotensi  konflik akibat tidak ada keselarasan. Logika sederhananya kita akan merasa kurang nyaman bila pintu utama rumah kita menngarah dan berhadapan langsung dengan pintu rumah tetangga, selain karena alasan aurat rumah atau semua isi rumah dapat terlihat langsung dari seberang, juga berpotensi menimbulkan keterkejutan jika pada suatu ketika membuka pintu secara bersamaan, hal demikian bisa membuyarkan rencana awal kita saat hendak membuka pintu keluar.
Kemudian memasuki pintu utama rumah, pertentangan fengshui ternyata masih berlanjut karena ternyata pintu masuknya lurus berhadapan dengan pintu belakang yang menuju keluar. Bagian ini mungkin bisa dianggap tidak terlalu penting karena bila telah dilakukan renovasi penambahan ruang belakang maka pengaruh pintu belakang seolah bisa dianulir karena tidak serta merta menjadi pintu keluar. Namun jika keberadaan pintu tetap seperti ini masih saja memberikan pengaruh yang kurang baik karena posisi pintu yang saling berhadapan dan membentuk garis lurus sangat tidak dianjurkan oleh Fengshui.
Namun demikian pada rumah type 36 yang memiliki dua kamar ini, posisi penempatan pintu seperti itu masih terjadi dalam hal penataan pintu kamar,  Dua kamar memiliki pintu saling berahadapan sama persis, berdasarkan konsep fengshui hal seperti itu dipandang sebagai hal yang tidak menguntungkan, karena kedua penghuni kamar berpotensi tidak harmonis di dalam rumah. Sementara setiap keluarga pasti menginginkan keharmonisan dalam rumah bersama semua anggota keluarganya, karena rumah adalah, tempat yang diharapkan menjadi yang paling nyaman, tempat dimana setiap orang ingin bisa menjadi dirinya sendiri,dan tempat yang selalu dituju untuk pulang.
Selanjutnya  penataan ruang kamar tidur dipisahkan oleh sebuah kamar mandi mungil dengan pintu kamar mandi menghadap ke ruangan utama. Lokasi kamar mandi yang demikian dianggap kurang menguntungkan bahkan bisa dipandang sebagai sesuatu yang justru merugikan, terlebih lagi bila lokasi kamar  mandi tersebut merupakan sudut yang menguntungkan bagi penghuni rumah, maka penempatan kamar mandi di tengah ruangan biasanya termasuk yang dihindari.  
Boleh jadi suatu proyek perumahan hanya suatu perpanjangan program yang lebih berorientasi pada pencapaian target quantitas belaka, Tapi setidaknya bila pembangunan ditangani dengan memperhatikan aspek-aspek fengshui sekurang-kurangnya bangunan yang dihasilkan tidak akan menjadi "gerbang hawa buruk " bagi penghuninya. Dengan layout kavling dan bangunan yang ada sesungguhnya bisa disiasati agar tidak terlalu tajam bertentangan dengan konsep keselarasan dan keharmonisan sebagaimana yang dianjurkan oleh fengshui.
Apalagi jika mengingat rumah sebagai tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi setiap manusia, maka pembangunan rumah rakyat semestinya bukan sekedar menyediakan suatu bangunan gedung. Apalagi perumahan yang diperuntukkan bagi kelas menengah kebawah, harapan untuk melakukan renovasi sesuai yang selayaknya bukanlah hal yang mudah, setidaknya karena pada awal tahun pertama  sepertiga dari pendapatannya digunakan untuk membayar cicilan, sehingga umumnya dengan nada keterpaksaan akan menempati rumah secara apa adanya. Resikonya rumah yang dalam banyak hal bertentangan dengan hawa baik, pertama tidak akan memberikan kenyamanan, kemungkinan bahkan berkembang menjadi kegelisahan, kecemasan, dan ketidak tentraman. Suasana hati yang demikian akan lama kelamaan akan terasa sebagai beban dan sulit diharapkan bisa menuju keberhasilan yang lebih baik. Bisa dibayangkan pada akhirnya para penghuni hanya cukup mencapai titik stagnan, dalam arti cukuplah bersyukur karena bisa mempunyai sebuah rumah tinggal. Padahal sekiranya saja pembangunan rumah-rumah ini sedikit memperhatikan aspek fengshui, banyak  hal-hal baik yang diharapkan akan tumbuh dengan sendirinya seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya.  
Penataan lingkungan fisik yang rapi adalah modal awal bagi pertumbuhan dinamika kehidupan yang lebih tertib, tertata, dan modern. Kedekatan  setiap bangunan rumah yang hanya berbatas tembok diharapkan lebih bisa menjalin keakraban dan kebersamaan dalam kerukunan warga yang umumnya adalah pendatang.  Sesungguhnya lebih banyak lagi yang bisa diharapkan dari pertumbuhan dan dinamika masyarakat di daerah perumahan sebagai kelanjutan dari konsep awal pembangunan suatu perumahan yang didasari dengan perencanaan yang matang dan tidak semata-mata hanya berorientasi pada aspek bisnis, karena pembangunan perumahan rakyat dalam konsep pembangunan manusia seutuhnya,  semestinya  bisa berfungsi menjadi agen perubahan untuk menuju pada kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
                                                                                Kp, 26 Januari 2011
                                                                                Arkeni Pattisahusiwa
                                      

                                               

No comments:

Post a Comment